Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Penjual Kincir Angin

Seorang lelaki separuh baya memanggul barang dagangannya di pundaknya.
Dengan pundaknya yang tak lagi kokoh seperti saat muda dulu, ia berkeliling menjajakan dagangannya.
Beliau sesaat berhenti di suatu SD yang ia lewati, berharap anak-anak membeli dagangannya.
Kincir angin buatannya lah yang ia jual. Beliau tau, dengan menjamurnya mainan modern yang cukup terjangkau membuat kincir anginnya tak selaku dulu. Kadang beliau sadar bahwa anak-anak jarang lagi memainkan kincir angin. Namun hanya itulah yang saat ini beliau dapat lakukan untuk menghidupi istri nya. 
Sudah lama beliau menunggu pelanggan yang hendak membeli dagangannya. Dari jam masuk sekolah hingga saat nya pulang, beliau setia menanti. Namun hanya dua sampai tiga anak saja yang menghampirinya, itu pun terkadang mereka hanya melihat-lihat dan tidak membelinya.
Kincir angin ia jual seharga 1000 rupiah. Harga tersebut sebetulnya tidak memberikan untung yang banyak baginya. Namun berapa pun yang beliau dapatkan, cukup membuat hati istri nya senang.
Pada suatu hari yang panas, beliau berangkat dengan penuh harap. Berharap akan ada banyak anak-anak yang membeli kincir anginnya. Namun pada hari itu kondisi fisiknya tidak sedang dalam keadaan sehat. Beliau pun beberapa kali berhenti dan sesaat duduk di atas trotoar jalan untuk beristirahat. Beliau ingat istri nya sedang menunggu nya di rumah, berharap bahwa suaminya akan kembali dengan selamat dan mendapatkan uang untuk membeli makanan hari ini. Beliau pun memaksakan tubuhnya untuk mengikuti hatinya yang ingin sesegera mungkin mendapatkan uang agar istri nya senang.
Sore pun tiba, beliau bersiap untuk kembali ke rumah. Beliau bersyukur kali ini dagangannya ada yang terjual. Beliau tidak menghiraukan nafas nya yang sesak karena lelah, tubuh yang lemah dan mata yang sejak tadi menjadi buram. Beliau hanya memliki satu tujuan, yaitu pulang. Akhirnya beliau sampai di teras rumahnya. Dengan lemah beliau mengetuk-ngetuk pintu rumahnya. Ternyata istri nya tak ada di rumah. Beliau menunggu sembari duduk. Beliau menyenderkan badannya yang lemah ke tembok. Beliau sesekali melihat hasil dari jerih payah nya hari ini dan tersenyum. Beliau pun menutup matanya. Sejam berlalu, istri beliau pun pulang. Ia melihat suaminya sedang duduk sambil terpejam. Ia panggil-panggil nama suaminya, namun tak ada jawaban. Ternyata beliau telah meninggal dengan seulas senyuman di wajahnya. Senyuman yang mengartikan bahwa beliau bersyukur atas hasil jerih payahnya hari itu dan dapat memberikan kebahagian kecil untuk istri tercinta nya.

Inspirasi: Alm. Penjual Kincir Angin di Arcamanik

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar